Islam juga
memiliki pandangan yang sama terhadap konflik. Meskipun Islam
yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai dengan makna kata Islam
sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam tidak memberikan makna dan
pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam agama Islam pemaknaan konflik bisa
dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam Islam konflik tidak harus
difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa
menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari
tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan.
Keberadaan konflik sebagai unsur pembawaan sangat penting dalam kehidupan
manusia. Kehidupan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada konflik. Manusia
yang memiliki tuntutan serta keinginan yang beraneka ragam dan manusia akan
selalu berusaha untuk memenuhi keinginan tersebut. Namun untuk bisa
mendapatkannya, mereka akan berkompetisi untuk mendapatkan keinginan tersebut.
Dari sini maka dengan adanya konflik akan mengajarkan manusia untuk dapat
berfikir lebih maju untuk mendapatkan keinginannya tersebut sehingga akan
bermanfaat bagi kehidupannya. Oleh karena itu, Allah membekali nilai-nilai
moral pada setiap makhluk dalam kepentingan-kepentingannya sendiri. Selagi
konflik masih dibutuhkan oleh manusia, maka mereka pun dibekali oleh Allah
dengan kemampuan untuk berkonflik, baik dalam fisik, roh maupun akalnya, dan
sekaligus kemampuan untuk mencari solusinya. Seperti yang dijelaskan dalam
firman Allah yang artinya: “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan)
sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.”.
Dengan demikian,
yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik terjadinya konflik. Dalam Islam,
konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan
antara berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan
manusia dari kepentingan individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga
tidak membiarkan perbedaan-perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan.
Karena sesungguhnya manusia berasal dari asal yang sama. Seperti dijelaskan
pada QS. An Nisaa' ayat 1 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu”.
Dari ayat di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya manusia berasal dari asal yang
sama. Dari ayat di atas, Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi
menghargai adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia baik siri fisik,
pemikiran budaya dan lain-lain agar jangan sampai memicu konflik dan
mengakibatkan perseteruan dan permusuhan. Konflik memang sangat diperlukan
dalam kehidupan manusia. Namun, jangan sampai terlarut dalam konflik yang
akhirnya menjadi konflik berkepanjangan yang tidak ada solusinya yang justru
akan merusak hubungan antar manusia dan akan merugikan manusia itu
sendiri.
Surat An-Nisaa’
di atas merupakan penetapan nilai persaudaraan yang dimaksudkan sebagai pedoman
hubungan antar kelompok manusia yang disebut Al Qur’an di atas. Nilai ini harus
menjadi landasan masalah multikulturisme, multiagama, multibahasa, multibangsa
dan pluralisme secara umum, karena Al-Qur’an menganggap perbedaan ras, suku,
budaya dan agama sebagai masalah alami (ketentuan Tuhan). Justru itu, perbedaan
tadi tidak boleh dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran manusia
terbaik adalah ketaqwaan dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang
dimaksud firman Allah dalam Al-Hujurat ayat 13 sbb:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Persamaan adalah
prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan sesama manusia tanpa melihat
perbedaan seperti ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Anas
bin Malik :
" الناس
مستوون كاسنان المشط ليس لاحد على أحد فضل الا بتقوى الله"
“(Asal usul)
Manusia adalah sama, tidak obahnya seperti gigi. Kelebihan seseorang hanya
terletak pada ketaqwaannya kepada Allah SWT”.
Islam menegaskan pentingnya kesabaran
dalam menghadapi berbagai hal bagi yang sabar akan mendapatkan keberuntungan.
Sabar merupakan usaha kerja keras untuk dapat menyelesaikan masalah,
memanjatkan permohonan kepada Allah SWT dan menjalankan shalat.dalam berbagai
ayat dan sabda Nabi banyak disebutkan tentang pentingnya kesabaran dalam
menghadapi permasalahan.
Di dalam agama Islam dijelaskan tentang tata cara mengelola
suatu konflik agar konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang
dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola
atau menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai. Meskipun
agama Islam merupakan agama yang notabene menganut ajaran kebenaran mutlak,
namun agama Islam tidak pernah mentolerir penggunaan kekerasan dalam ajarannya.
Sebenarnya konsep resolusi konflik dalam Islam cenderung memiliki kesamaan
dengan manajemen konflik secara umum. Dalam Islam resolusi konflik dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya debat dan musyawarah.
Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan
pihak atau kelompok lain. Dalam Al-Qur’an, debat sering merujuk pada upaya
kompetisi yang dilakukan kaum muslim dengan kaum non muslim. Debat sering
digunakan oleh Nabi Allah untuk menanggapi segala tuduhan terhadap agama Islam
sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama Islam. Di dalam
Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus dilakukan dengan adil dan fair
yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (١٢٥)
Artinya :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
Selain debat, resolusi konflik dalam Islam juga dilakukan
dengan musyawarah. Dalam Al-Qur’an musyawarah sering merujuk pada penyelesaian
konflik dan hubungan sesama kaum muslim, berbeda dengan debat yang cenderung
ditujukan untuk kaum non-muslim. Tujuan musyawarah ini adalah untuk menemukan
jalan keluar dari perbedaan yang tidak menyangkut gejala “idiologis” dan
dikhotomik sehingga memungkinkan terbentuknya kompromi dan negosiasi. Sedangkan
perdebatan lebih menunjukkan sebagai upaya untuk meyakinkan pihak lain, dan tidak mungkin terjadi
kompromi, dan yang mungkin hanya sebatas memahami saja, bukan untuk saling
membenarkan satu sama lain. Perihal musyawarah ini telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 yang artinya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat dipahami bahwa Islam
banyak menggunakan cara-cara damai sebagai cara untuk mengelola konflik. Islam
menganjurkan kepada pemeluknya untuk memiliki sikap toleransi terhadap
perbedaan perbedaan yang dimiliki tiap-tiap manusia. Karena perbedaan itu
merupakan kodrat Allah SWT yang tidak bisa ditolak. Perbedaan itu diciptakan
untuk saling melengkapi, dan dengan perbedaan itu manusia akan terus berkembang
dan menciptakan perubahan-perubahan yang nantinya akan bermanfaat bagi manusia
pada umumnya.
Meskipun
banyak cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah, kuncinya tetap harus
memiliki kesabaran karena orang sabar dicintai Allah dan Allah beserta orang –
orang yang sabar. Manusia dalam hidup dan mengarungi kehidupan, harus tabah
menghadapi segala rintangan dan permasalahan, tidak boleh putus asa atau
frustasi.
Islam
menuntut umatnya untuk terbebas dari konflik. Apabila terbebas dari konflik
atau dapat diminimalkan, maka berbagai program kegiatan termasuk pendidikan
akan lancar dan akhirnya lembaga pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang
bermutu. Islam agama yang sempurna, sudah pasti dipelajari, dipahami, dan
diamalkan dengan benar pasti dapat menyelesaikan seluruh permasalahan. Saat ini
umat Islam, termasuk lembaga pendidikan masih banyak yang pengelolaannya belum maju dan unggul karena umat Islam masih
kurang dalam memperjuangkannya. Umat Islam harus bangkit dari
ketertinggalannnya dan membangun kebersamaan yang kuat untuk mewujudkan cita –
citanya membangun pendidikan yang maju dan Islami.
DAFTAR PUSTAKA
Samino. 2013. Kepemimpinan
Pendidikan. Solo : Fairuz Media
http://arenakami.blogspot.com/2012/06/manajemen-konflik-dalam-perspektif.html diakses tanggal 30 April 2014 pukul 07.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar