Minggu, 06 Juli 2014

TUNTUNAN ISLAM DALAM MENGELOLA KONFLIK


 
Islam juga memiliki pandangan yang sama terhadap konflik. Meskipun Islam yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai dengan makna kata Islam sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam tidak memberikan makna dan pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam agama Islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam Islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan. Keberadaan konflik sebagai unsur pembawaan sangat penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada konflik. Manusia yang memiliki tuntutan serta keinginan yang beraneka ragam dan manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi keinginan tersebut. Namun untuk bisa mendapatkannya, mereka akan berkompetisi untuk mendapatkan keinginan tersebut. Dari sini maka dengan adanya konflik akan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir lebih maju untuk mendapatkan keinginannya tersebut sehingga akan bermanfaat bagi kehidupannya. Oleh karena itu, Allah membekali nilai-nilai moral pada setiap makhluk dalam kepentingan-kepentingannya sendiri. Selagi konflik masih dibutuhkan oleh manusia, maka mereka pun dibekali oleh Allah dengan kemampuan untuk berkonflik, baik dalam fisik, roh maupun akalnya, dan sekaligus kemampuan untuk mencari solusinya. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah yang artinya: “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.”. 
Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik terjadinya konflik. Dalam Islam, konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan perbedaan-perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan. Karena sesungguhnya manusia berasal dari asal yang sama. Seperti dijelaskan pada QS. An Nisaa' ayat 1 yang berbunyi: 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا 

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. 
Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya manusia berasal dari asal yang sama. Dari ayat di atas, Islam mengajarkan pentingnya untuk toleransi menghargai adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia baik siri fisik, pemikiran budaya dan lain-lain agar jangan sampai memicu konflik dan mengakibatkan perseteruan dan permusuhan. Konflik memang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Namun, jangan sampai terlarut dalam konflik yang akhirnya menjadi konflik berkepanjangan yang tidak ada solusinya yang justru akan merusak hubungan antar manusia dan akan merugikan manusia itu sendiri. 
Surat An-Nisaa’ di atas merupakan penetapan nilai persaudaraan yang dimaksudkan sebagai pedoman hubungan antar kelompok manusia yang disebut Al Qur’an di atas. Nilai ini harus menjadi landasan masalah multikulturisme, multiagama, multibahasa, multibangsa dan pluralisme secara umum, karena Al-Qur’an menganggap perbedaan ras, suku, budaya dan agama sebagai masalah alami (ketentuan Tuhan). Justru itu, perbedaan tadi tidak boleh dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran manusia terbaik adalah ketaqwaan dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang dimaksud firman Allah dalam Al-Hujurat ayat 13 sbb: 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. 
Persamaan adalah prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan sesama manusia tanpa melihat perbedaan seperti ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik : 
" الناس مستوون كاسنان المشط ليس لاحد على أحد فضل الا بتقوى الله
(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya seperti gigi. Kelebihan seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah SWT”.
Islam menegaskan pentingnya kesabaran dalam menghadapi berbagai hal bagi yang sabar akan mendapatkan keberuntungan. Sabar merupakan usaha kerja keras untuk dapat menyelesaikan masalah, memanjatkan permohonan kepada Allah SWT dan menjalankan shalat.dalam berbagai ayat dan sabda Nabi banyak disebutkan tentang pentingnya kesabaran dalam menghadapi permasalahan.
Di dalam agama Islam dijelaskan tentang tata cara mengelola suatu konflik agar konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Agama Islam mengajarkan bagaimana mengelola atau menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai. Meskipun agama Islam merupakan agama yang notabene menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama Islam tidak pernah mentolerir penggunaan kekerasan dalam ajarannya. Sebenarnya konsep resolusi konflik dalam Islam cenderung memiliki kesamaan dengan manajemen konflik secara umum. Dalam Islam resolusi konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya debat dan musyawarah. 
Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan pihak atau kelompok lain. Dalam Al-Qur’an, debat sering merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum muslim dengan kaum non muslim. Debat sering digunakan oleh Nabi Allah untuk menanggapi segala tuduhan terhadap agama Islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama Islam. Di dalam Al-Qur’an juga di jelaskan bahwa berdebat harus dilakukan dengan adil dan fair yang tercantum pada surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut: 
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (١٢٥) 
Artinya :
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. 
Selain debat, resolusi konflik dalam Islam juga dilakukan dengan musyawarah. Dalam Al-Qur’an musyawarah sering merujuk pada penyelesaian konflik dan hubungan sesama kaum muslim, berbeda dengan debat yang cenderung ditujukan untuk kaum non-muslim. Tujuan musyawarah ini adalah untuk menemukan jalan keluar dari perbedaan yang tidak menyangkut gejala “idiologis” dan dikhotomik sehingga memungkinkan terbentuknya kompromi dan negosiasi. Sedangkan perdebatan lebih menunjukkan sebagai upaya untuk meyakinkan pihak lain, dan tidak mungkin terjadi kompromi, dan yang mungkin hanya sebatas memahami saja, bukan untuk saling membenarkan satu sama lain. Perihal musyawarah ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 yang artinya : 
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. 
Dari beberapa penjelasan diatas dapat dipahami bahwa Islam banyak menggunakan cara-cara damai sebagai cara untuk mengelola konflik. Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan perbedaan yang dimiliki tiap-tiap manusia. Karena perbedaan itu merupakan kodrat Allah SWT yang tidak bisa ditolak. Perbedaan itu diciptakan untuk saling melengkapi, dan dengan perbedaan itu manusia akan terus berkembang dan menciptakan perubahan-perubahan yang nantinya akan bermanfaat bagi manusia pada umumnya.
            Meskipun banyak cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah, kuncinya tetap harus memiliki kesabaran karena orang sabar dicintai Allah dan Allah beserta orang – orang yang sabar. Manusia dalam hidup dan mengarungi kehidupan, harus tabah menghadapi segala rintangan dan permasalahan, tidak boleh putus asa atau frustasi.
            Islam menuntut umatnya untuk terbebas dari konflik. Apabila terbebas dari konflik atau dapat diminimalkan, maka berbagai program kegiatan termasuk pendidikan akan lancar dan akhirnya lembaga pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang bermutu. Islam agama yang sempurna, sudah pasti dipelajari, dipahami, dan diamalkan dengan benar pasti dapat menyelesaikan seluruh permasalahan. Saat ini umat Islam, termasuk lembaga pendidikan masih banyak yang pengelolaannya  belum maju dan unggul karena umat Islam masih kurang dalam memperjuangkannya. Umat Islam harus bangkit dari ketertinggalannnya dan membangun kebersamaan yang kuat untuk mewujudkan cita – citanya membangun pendidikan yang maju dan Islami.





DAFTAR PUSTAKA

Samino. 2013. Kepemimpinan Pendidikan. Solo : Fairuz Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar